Breaking News

6/recent/ticker-posts

Tetralogi Puisi Religi | Sastra | Suara Bumigora


The Spiritual Journey 
Tetralogi Puisi Religi 
Mujaddid Muhas

I
BERSYUKUR
DI GURUN ARABIA

Apa yang orang bilang tentang apa-apa kabar dari gurun, 
sepenuhnya tidaklah sebegitu sepenuhnya.

Apa yang diasumsikan stereotipe selama ini, 
tidaklah sebegitu sesungguhnya. 

Apa yang dijadikan isu stigma yang melekat dan bernada satir, 
itu pun tak seutuhnya begitu. 

Kita hidup di bumi yang bundar yang kian cepat kian ringkas kian melesat dari pengetahuan dan teknologi.

Bolehlah kita merenung dengan segala beda, 
mesti ada yang sama.

Bolehlah kita menoleh sejenak, 
untuk kilas balik komparasi dengan realita.

Bolehlah kita menyemai bertenang-tenang sekelebatan, 
kejernihan dan kebeningan bisa teraih dari gurun-gurun tempat bersyukur atas puncak-puncak karunia: 
oase dari kegersangan dan mataair kelegaan. 

Sang Khalik pencipta, 
pasti punya maksud mengapa pada lokus gegurun, 
manusia berfastabiqul,
berbanyak jumlah dan terus menerus, tiada putus datang ke tempat suci nan sakral untuk meraih keridhoan, 
mengeksekusi perintah rukun holistik yang manusianya tiada lepas dari tangis haru setelahnya. 

Bilamanakah, 
itu semua ada pada saat kemampuan mental fisikal spiritual, 
ketika yang terpilih datang bersimpuh, 
tulus meluruh: 
labbaik Allahumma labbaik.

Meski ada yang tak tampak dan sayup terdengar, 
tak banyak yang mengatakannya sebagai renik realita, 
Allah Maha Kuasa. 

Keajaiban per keajaiban terbenak.
Kita datang untuk kebaikan, 
untuk ketulusan,
untuk kesungguhan, 
the spiritual journey: 
omra of sounnah, 
senantiasa wakafa billahi nasyifa,
wakafa billahi alima.


II
NAPAS NABAWI NAPAS UKHRAWI

Ketika suatu perjalanan lahir bathin,
sampai pada satu titik dari dua titik inti peradaban langit.

Daku tercengang tercenung termenung,
daku terpatri setangkup hati,
bersimpuh di Masjid Nabawi. 

Seketika air mata, 
seketika pori kulit,
seketika ubun kepala, 
hingga kaki bereaksi takjub, 
menyimak lintasan orang padat berkhidmat per waktu pada ritual mondial: 
nafas nabawi nafas ukhrowi. 

Setelah itu,
reshoma rehat sholat makan, 
setelah itu reshoma, 
setelah itu reshoma lagi,
diselingi lantunan qur'ani,
diselingi lafadz dzikrullah,
diselingi munajat do'a-do'a,
diselingi ziarah dan napak tilas histori,
diselingi bebersih nan suci bersih,
kemudian reshoma lagi, 
begitu bersiklus menerus. 

Kita bermunajat Allah menakdir,
kita berikhtiar Allah mengakhiri prosesnya,
di situ denyut nadi Madina,
napas nabawi,
pancaran napas ukhrowi. 

Shollu alannabi,
assalamu'alaika ya rasulullah,
assalamu'alaika ya habibullah,
Allahummasalliala Muhammad,
Allahummasalli alaihiwasallam.


III
KIBLAT KUBUS PERADABAN LANGIT

Nyaris tak ada dan belum ada, 
bahkan tak pernah akan ada, 
suatu peristiwa yang menyamai perkumpulan manusia dari berbagai latar, 
berbagai tempat, 
berbagai waktu, 
berbagai bentuk beda, 
berbagai-bagai, 
seluruhnya menyatu berpadu pada satu sentral pedoman kiblat: 
ka'bah. 

Dahulu tersyiroh rintisan Ibrahim Alaihissalam dan Ismail Alaihissalam,
membentuk kubus atas perintah Sang Khalik,
mengenyahkan segala rupa-rupa jahiliyah. 

Kubus Kiblat sebagai poros bersujud, 
menyatakan diri sebagai hamba atas Maha Kuasa-Nya. 

Kubus Kiblat sebagai poros tawaf mengelilingi dan mengakui keagungan-Nya.
Kubus Kiblat peradaban langit, 
setelah kelak kita tak lagi di dunia.
Hamba hanyalah hamba,
nirkuasa atas segala kuasa,
hamba berada diantara para hamba, 
momentum spiritual Ka'bah Baitullah.


IV
LABBAIK UNTUK BAIK

Seorang hamba, 
diantara para hamba, 
di deretan hamba-hamba,
diantara gelombang para hamba,
masuk pelataran alharamain: 
Masjid Nabawi,
kemudian Masjidil Haram.

Datang dari rerute perjalanan,
datar berkisar sejam, 
terbang berkisar dua jam,
datar berkisar sejam, 
plus setengah jam,
terbang berkisar 12 jam, 
kemudian datar melebar melesat empat jam, 
plus empat jam perjalanan,
dan tapak-tapak persinggahan:
masjid serta petilasan shiroh nabawhiyah.

Bersiap, 
berkemas,
bebersih suci,
berjalan kaki beranjak,
menuju kesyahduan,
menuju memasjid,
menuju pelataran,
menuju makam rasulullah,
menuju baitullah.

Tertegun dan berlinang:
labbaik untuk baik.

Mungkin atau pasti,
kita datang membawa harapan, 
bersimpuh memohon pertaubatan,
bermunajat do'a-do'a.

Manusia melekat perbuatan keliru,
tak steril dari salah,
tak ada satupun yang sempurna,
kecuali rasulullah.

Berhamba,
dari hampa hingga berongga,
berharap baik,
dari labbaik untuk baik,
berbaik-baik pada yang baik. 

Berharap, 
rahmatullah dan syafa'aturrasul,
meluruh bersimpuh riuh gemuruh.

Labbaik, 
berhamba kebaikan,
berharap keberkahan,
memakbul sedatang sepulang. 


Makka,
5 Maret 2025/
5 Ramadhan 1446.

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Doakan kita di tanah Haram
    Agar kelak bisa bersujud
    Dihadapan makam sang utusan
    Bersimpuh di hadapan baitullah
    Tuk merenungi perjalanan hidup ini
    Tuk meminta jalan menuju surgawi

    BalasHapus