Breaking News

6/recent/ticker-posts

Ramadhan Kebangsaan 2025: Menjadi Negara Maju Butuh Spirit Keluhuran Sejati | Suara Bumigora




Bajang Asrin (Ketua ISMAPI NTBq dan Ketua Kaprodi Magister Pendidikan Dasar FKIP Unram 

Mataram,
suarabumigora.com - Sampai saat ini bahwa hiruk pikuk pemberitaan atas bongkar kasus mega skandal korupsi di tingkat nasional dan daerah menjadi sangat ramai. Kasus korupsi di sejumlah BUMN menjadi sangat meyayat hati kita, kok tega benar para pejabat negara ini melakukan skandal mega-korupsi sampai triliunan rupiah. Lalu kita juga bertanya, kemanakan uang hasil korupsi sebanyak itu digunakan? Rakyat pasti mengelus dada, berucap, astaga!!!! Sementara rakyat Indonesia terjerat kemiskinan yang tinggi. Kita selalu membuka mata hati kita bagaimana nasib negara kita ke depannya? Sejumlah pakar memberi komentar yang pedas menyayat hati kita, medsos disesaki dengan informasi, yang menyesatkan dan behkan terdengar propaganda atas pemeritahan sebelumnya atau yang sedang beralangsung. Sulit untuk memastikan mana berita yang bisa dipertanggungjawabkan. Medsos yang menyeruak ke wilayah publik tanpa batas menembus langsung. Perang medsos pun berlangsung sangat penuh ambiguitas. 


Seiring dengan susana bernegara saat ini bagaiman kita seharusnya melakonkan diri kita sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Apakah sebagai intelektual, akademisi, praktisi atau tokoh masyarakat berdiam  diri dantanoa berbuat apapun terhadap kegalauan tersebut. Apa kita berada pada ambang seperti  kata Gus Dur :”peduli amat,, biarrin saja..”  atau menjadi bagian dari arus kesehatan bernegara yang mengalami pengikisan nilai-nilai keluhuran. 


Atau berbuat sesuai profesi kita masing-masing; memaknai tugas kesejatian kita pada nila-nilai keluhuran beragama, berbudaya dan berbangsa? Tentu tidak semudah itu, saudaraku. Di tengah polarisasi kepentinga politik sangat tinggi tentu sangat sulit atau sosok Jendral Sudirnan yang sangat tegas dengan kesejatian berbangsa dan bernegara? Hal ini pernah dilakukan oleh Bung Hatta saat mana harus memilih mengundurkan diri menjadi Wakil Presiden RI, pernah dilakukan Buya Hamka saat mana rela  dipenjara ketika memberi kritikan terhadap peguasa saat itu. 


Apakah pragmentasi sosok-sosok para pediri bangsa ini mulai mengikis seiring kebutuhan pragmatis semata,,, aji mumpung, mumpung berkuasa..? saat mana harus juga memulai juga berbuat sesuai kapasitas kita menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab…ya tentu bukan sekedar memiliki KTP atau SIM saja…heee. Atau mencari lokus kesejatian seperti yang dilakukan teman saya mengunjungi makam-makam orang saleh atau melakukan penelitian yang terpola dengan kepentingan ilmiah semata  lepas dari critical meaningfull sebuah perubahan sosial seperti yang dilakukan Albert Einstein merasa berdosa atas teori atomicnya setelah mendapat berita bom atom Hiroshima dan Nagasaki? Atau kita berkata We do noting, We do not do wrong? atau lakon sastrawan sekelas Knut Hamsun dalam karyanya yang meraih Nobel berjudul, Lapar…LAPAR? BERSAMBUNG!

Posting Komentar

0 Komentar