Mataram, suarabumigora.com - Sistem Pendidikan Nasional telah diatur secara lengkap dalam konstitusi negara, tetapi belum terimplementasi dengan baik
dan berkesesuaian secara penuh. Dalam UUD 1945, mengamanatkan kepada Pemerintah harus menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan bangsa.
Secara konstitusi, jelas semua urusan pendidikan menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah, namun bukan berarti masyarakat tidak boleh lepas tanggung jawab. Peran serta dan tanggung jawab masyarakat dibutuhkan dalam mengadakan perubahan, pengembangan serta penyeleggaraan pendidikan.
Pasal 3 UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TYME, berakhlak mulia, serta menjaga harkat martabat negara, bangsa dan agama.
Sesunggunya sistem pendidikan nasioanal telah diatur secara lengkap dan jelas dalam konstitusi. Maraknya pelecehan seksual, bullying dan intoleransi atau yang biasa kita sebut sebagai tiga dosa besar pendidikan.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP) sudah ada regulasinya, namun kekerasan tersebut masih merajalela terutama di Nusa Tenggara Barat.
"Melihat kondisi pendidikan saat ini kami sebagai pelajar khawatir akan terdegradasinya kualitas pendidikan. Bahkan boleh kita sebut sedang disorientasi. Pendidikan saat ini sedang gawat darurat. Padahal pendidikan merupakan penunjang kemajuan dan kesejahteraan suatu negara. Kalau kondisi dunia pendidikan masih seperti ini, saya yakin pada tahun 2045 Indonesia akan dihadapkan dengan malapetaka besar," ucap Ketua Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PC IPNU) Kota Mataram Muhammad Iskandar Haris (13/1/2025).
Maraknya kasus pelecehan seksual, bullying dan intoleransi di kalangan sekolah, pesantren dan kampus, menjadi momok tersendiri di dunia pendidikan NTB saat ini. Sebagai pencetak generasi penerus bangsa sudah menjadi tugas dan wewenang pemerintah untuk dapat membekali pengetahuan dari adanya tindakan berbahaya seperti pelecehan seksual, bullying dan intoleransi tersebut.
Dirinya menguraikan, tindakan pelecehan seksual, bullying dan intoleransi bukanlah keadaan yang dapat dipandang sebelah mata. Membutuhkan kesadaran yang luar biasa dari setiap insan manusia. Tindakan berbahaya tersebut, tidak hanya dapat merusak mental, tetapi membunuh mental secara perlahan. Tidak ada lagi generasi penerus yang sehat, berwawasan luas dan siap membangun negeri nantinya.
"Kita tidak sangka-sangka ialah pelecehan seksual di lingkungan pondok pesantren, seperti yang kita lihat dan dengar akhir-akhir ini. Salah satu Ponpes di Lombok Tengah, Lombok Barat dan Sumbawa. Saya selaku alumni pesantren sangat sedih sekaligus kesal mendengar tragedi ini," imbuhnya.
Dirinya menilai kasus kekerasan seksual di Ponpes menjadi salah satu kasus pelik. Menurutnya dunia pesantren adalah dunia yang sakral dan dipenuhi orang-orang ta'at kepada perintah Allah SWT serta menjauhi segala larangan-Nya.
"Pihak pemerintah harus segera menangani kausus ini. Tentu dengan penanganan yang serius, lansung berdampak solutif dan secara kontinu. PC IPNU Kota Mataram, berharap pihak pemerintah perlu berkerja sama dan membentuk tim dengan semua elemen masyarakat dan menjadi atensi kita bersama. PC IPNU Kota Mataram siap berkerja sama sebagai Tim Anti Pelecehan Seksual atau yang kami sebut sebagai tiga dosa besar pendidikan di NTB, untuk kita tangani," tandasnya.
Ketua PC IPNU Kota Mataram Muh. Iskandar Haris sebagai salah satu lulusan S1 Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat (UNU NTB), berharap agar pihak pemerintah melibatkan semua elemen masyarakat untuk bersama-sama mengatasi dan mencegah maraknya persoalan tersebut. Pendidikan terutama kekerasan atau pelecehan seksual, perlu solusi konkret.
"Apabila ada semacam Tim Antikekerasan Pelecehan Seksual, nantinya akan terjun langsung ke pondok pesantren, kampus dan sekolah untuk mengadakan pembinaan karakter, pendampingan dan pelatihan secara kontinu. Tidak hanya itu, bisa pula mengadakan kegiatan-kegiatan produktif sehingga bisa meminimalisir tindakan negativitas santri, mahasiswa dan peserta didik pada institusi pendidikan di NTB. (jon/ipnumataram)*PC IPNU Kota Mataram Soroti Maraknya Pelecehan Seksual, Bullying dan Intoleransi di Dunia Pendidikan NTB*
Mataram - Sistem Pendidikan Nasional telah diatur secara lengkap dalam konstitusi negara, tetapi belum terimplementasi dengan baik
dan berkesesuaian secara penuh. Dalam UUD 1945, mengamanatkan kepada Pemerintah harus menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan bangsa.
Secara konstitusi, jelas semua urusan pendidikan menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah, namun bukan berarti masyarakat tidak boleh lepas tanggung jawab. Peran serta dan tanggung jawab masyarakat dibutuhkan dalam mengadakan perubahan, pengembangan serta penyeleggaraan pendidikan.
Pasal 3 UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TYME, berakhlak mulia, serta menjaga harkat martabat negara, bangsa dan agama.
Sesunggunya sistem pendidikan nasioanal telah diatur secara lengkap dan jelas dalam konstitusi. Maraknya pelecehan seksual, bullying dan intoleransi atau yang biasa kita sebut sebagai tiga dosa besar pendidikan.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP) sudah ada regulasinya, namun kekerasan tersebut masih merajalela terutama di Nusa Tenggara Barat.
"Melihat kondisi pendidikan saat ini kami sebagai pelajar khawatir akan terdegradasinya kualitas pendidikan. Bahkan boleh kita sebut sedang disorientasi. Pendidikan saat ini sedang gawat darurat. Padahal pendidikan merupakan penunjang kemajuan dan kesejahteraan suatu negara. Kalau kondisi dunia pendidikan masih seperti ini, saya yakin pada tahun 2045 Indonesia akan dihadapkan dengan malapetaka besar," ucap Ketua Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PC IPNU) Kota Mataram Muhammad Iskandar Haris (13/1/2025).
Maraknya kasus pelecehan seksual, bullying dan intoleransi di kalangan sekolah, pesantren dan kampus, menjadi momok tersendiri di dunia pendidikan NTB saat ini. Sebagai pencetak generasi penerus bangsa sudah menjadi tugas dan wewenang pemerintah untuk dapat membekali pengetahuan dari adanya tindakan berbahaya seperti pelecehan seksual, bullying dan intoleransi tersebut.
Dirinya menguraikan, tindakan pelecehan seksual, bullying dan intoleransi bukanlah keadaan yang dapat dipandang sebelah mata. Membutuhkan kesadaran yang luar biasa dari setiap insan manusia. Tindakan berbahaya tersebut, tidak hanya dapat merusak mental, tetapi membunuh mental secara perlahan. Tidak ada lagi generasi penerus yang sehat, berwawasan luas dan siap membangun negeri nantinya.
"Kita tidak sangka-sangka ialah pelecehan seksual di lingkungan pondok pesantren, seperti yang kita lihat dan dengar akhir-akhir ini. Salah satu Ponpes di Lombok Tengah, Lombok Barat dan Sumbawa. Saya selaku alumni pesantren sangat sedih sekaligus kesal mendengar tragedi ini," imbuhnya.
Dirinya menilai kasus kekerasan seksual di Ponpes menjadi salah satu kasus pelik. Menurutnya dunia pesantren adalah dunia yang sakral dan dipenuhi orang-orang ta'at kepada perintah Allah SWT serta menjauhi segala larangan-Nya.
"Pihak pemerintah harus segera menangani kausus ini. Tentu dengan penanganan yang serius, lansung berdampak solutif dan secara kontinu. PC IPNU Kota Mataram, berharap pihak pemerintah perlu berkerja sama dan membentuk tim dengan semua elemen masyarakat dan menjadi atensi kita bersama. PC IPNU Kota Mataram siap berkerja sama sebagai Tim Anti Pelecehan Seksual atau yang kami sebut sebagai tiga dosa besar pendidikan di NTB, untuk kita tangani," tandasnya.
Ketua PC IPNU Kota Mataram Muh. Iskandar Haris sebagai salah satu lulusan S1 Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Nahdlatul Ulama Nusa Tenggara Barat (UNU NTB), berharap agar pihak pemerintah melibatkan semua elemen masyarakat untuk bersama-sama mengatasi dan mencegah maraknya persoalan tersebut. Pendidikan terutama kekerasan atau pelecehan seksual, perlu solusi konkret.
"Apabila ada semacam Tim Antikekerasan Pelecehan Seksual, nantinya akan terjun langsung ke pondok pesantren, kampus dan sekolah untuk mengadakan pembinaan karakter, pendampingan dan pelatihan secara kontinu. Tidak hanya itu, bisa pula mengadakan kegiatan-kegiatan produktif sehingga bisa meminimalisir tindakan negativitas santri, mahasiswa dan peserta didik pada institusi pendidikan di NTB. (jon/ipnumataram)
0 Komentar