Diskusi di kantor Disparekraf KLU |
Lombok Utara, suarabumigora.com - Beberapa hari terakhir terjadi kisruh dan berbagai persepsi terkait pencabutan pohon-pohon mangrove yang dilakukan pelaksana proyek penataan destinasi pantai Bintang, Dusun Jambi Anom, Desa Medana, Tanjung. Adanya kisruh tersebut memaksa Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Kabupaten Lombok Utara (KLU) melakukan diskusi guna mencari solusi pada Senin (8/8/2022). Pada diskusi tersebut dihadirkan perwakilan masyarakat setempat (warga Jambi Anom) yang disertai pula oleh Kepala Dusun Jambi Anom dan anggota BPD Medana. Selain itu hadir pula dari unsur LSM, Media, dan Kontraktor yang memenangkan pekerjaan proyek tersebut.
Salah satu perwakilan warga Dusun Jambi Anom Darmansyah, mengklarifikasi bahwa laguna pantai Bintang, sedari dahulu merupakan laguna, bukan hutan mangrove seperti isu yang beredar luas di media sosial. Ia mengatakan sudah terjadi pendangkalan yang cukup ekstrim pada laguna tersebut.
"Dari kami kecil, ini memang laguna, bukan hutan mangrove seperti yang dikatakan," jelas Darmansyah.
Pihaknya menyebutkan, laguna tersebut berperan vital untuk keamanan warga Jambi Anom. Pasalnya, wilayah tersebut kerap mengalami banjir, bahkan bajir datang dari dua sumber. Ketika hujan, banjir bisa datang dari aliran dua sungai yang mengapit dusun tersebut, dan begitu pula ketika air laut pasang, dengan intensitas ombak tinggi sering terjadi banjir rob menimpa Jambi Anom.
"Lihatlah ini dari sisi kemanusiaan, laguna ini penting bagi keamanan kami, kalau semakin dangkal, maka tidak ada yang menampung air banjir. Kena lah kami semua. Dulu kedalamannya sekitar dua meter sekarang hanya beberapa sentimeter saja, apalagi mau ditambah mangrove," ungkap Darmansyah.
Dijelaskan Darmansyah, mereka tidak menolak penanaman mangrove di laguna tersebut, namun pihaknya meminta agar jangan ditanam di tengah laguna agar laguna tersebut tetap dalam, sehingga dapat menampung air jika banjir. Namun jika ditanam di tengah laguna, dikhawatirkan keberadaan mangrove tersebut akan mengikat material sedimen (endapan) dengan lebih massif sehigga dapat terjadi pendangkalan.
Sementara itu, Kepala Dusun Jambi Anom Sulaiman, mengungkapkan kekhawatiran masyarakatnya. Semakin lama, laguna tersebut dinilainya semakin menyempit. Ia menaruh kekhawatiran jika terjadi pendangkalan dan laguna menjadi daratan utuh, suatu saat akan terjadi privatisasi lahan oleh pihak-pihak tertentu.
"Kami takut, nanti bisa-bisa kalau laguna itu kering, dan menjadi daratan utuh, pihak-pihak tertu kemudian dapat mensertifikatkannya menjadi milik pribadi," ungkap Sulaiman.
Sulaiman mengaku, kekhawatiran yang dirasakan warganya cukup wajar dan masuk akal, pasalnya beberapa waktu lalu masyarakat Jambi Anom juga dikejutkan dengan persoalan sertifikat tanah yang dinilainya tidak logis.
Menjadi tuan rumah diskusi, Kepala Disparekraf KLU Ainal Yakin, menjelaskan bahwa memang pihaknya tidak pernah memerintahkan siapa pun, termasuk para pelaksana proyek penataan destinasi pantai Bintang untuk merusak mangrove tersebut. Hanya saja pihaknya ingin merelokasi mangorve tersebut ke sisi yang lain dari laguna sehingga dapat ditata. Menurutnya, sebelum dilakukan pengerjaan pihaknya sudah melakukan pertemuan debgan masyarakat, dan pemindahan mangrove tersebut disepakati bersama masyarakat.
"Sebelumnya sudah kami sampaikan, ini tidak dirusak tapi dipindahkan, masyarakat pun setuju dengan ini, termasuk penataan destinasi itu," papar Ainal.
Menurutnya, pekerjaan penataan destinasi pantai Bintang bukanlah hal baru, sebelumnya sudah pernah dilakukan, dan pihaknya saat ini tengah melanjutkan penataan destinasi tersebut.
"Ini sudah pernah dilakukan sebelumnya, kami hanya melanjutkan saja," pungkasnya. (sat)
0 Komentar