Talas Beneng (sumber gambar: Borneo24.com) |
Lombok Utara, suarabumigora.com - Selama ini komoditas tani seperti Kopi, Porang, Kakau, dan Kelapa menjadi primadona di Lombok Utara. Keberadaan talas belum mendapat sorotan dari petani sebagai komoditas unggul. Selama ini, talas ditanam sebagai tanaman pelengkap saja di areal perkebunan petani, terlebih talas jenis Talas Beneng, belum begitu dikenal petani di Lombok Utara.
Diketahui, daun Talas Beneng merupakan bahan baku pembuatan rokok herbal sehingga memiliki nilai ekonomi tinggi. Sementara umbinya, dapat diolah menjadi tepung. Menurut Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKP3) KLU Tresna Hadi, untuk produksi tani Talas Beneng sudah ada perusahaan yang akan menjadi mitra petani guna mengembangkan Talas Beneng di KLU.
"Sudah ada perusahaan yang masuk untuk mem-back-up para petani kita di KLU guna memproduksi Talas Beneng ini," ujar Tresna.
Ia melanjutkan, Talas Beneng merupakan tanaman yang tidak memerlukan perawatan khusus. Sementara nilai ekonomi yang dihasilkan terbilang cukup tinggi. Dalam satuan hektare, petani dapat menanam 10 ribu bibit. Kemudian pada rentan waktu empat bulan, petani sudah bisa memanen daunnya. Hitungan rata-rata dalam satu hektare petani bisa mendapat tujuh sampai 10 ton daun basah per bulan. Daun basah tersebut akan dibeli perusahaan dengan harga Rp 1000 per kg. Selanjutnya, jika dijual kering estimasi hasilnya sekitar 900 kg sampai satu ton, dengan harga Rp 18.000 per kg. Artinya jika dijual basah, petani bisa mendapatkan sekitar Rp 7 juta sampai 10 juta, sementara jika dijual kering bisa mendapatkan penghasilan Rp 16 hingga 20 juta.
"Perawatannya gampang, perusahaan ini rencananya akan membeli produk daun basah seharga Rp 1000 dan kering Rp 18.000, jadi tinggal dikalkulasikan saja, semua itu nanti akan dituangkan dalam MoU antara perusahaan dengan petani sehingga harga produk bisa stabil," ujarnya.
Kepala DKP3 KLU Tresna Hadi |
Sementara itu, Penyuluh Independen Saleh, yang menangani terkait Talas Beneng ini menyatakan setelah berkomunikasi dengan perusahaan tersebut, kebutuhan lahan untuk memulai pertanian Talas Beneng ini sekitar 50 hektare, dan masing-masing 10 hektare di lima kecamatan di KLU.
"Saya sebagai fasilitator, setelah berkoordinasi dengan perusahaan katanya mereka butuh lahan 50 hektare, dan kita siasati agar merata di semua kecamatan," jelas Saleh.
Sistemnya, nanti petani akan membeli bibit di perusahaan tersebut, dengan harga sekitar Rp 3.700 per bibit. Dan perusahaan hanya akan membeli hasil produksi petani yang membeli bibit dari mereka untuk menjaga kualitas hasil panen.
"Nanti petani akan beli bibit di perusahaan, mereka hanya membeli bibit sekali, sisanya ke depan talas ini bisa bertunas sendiri sehingga tidak perlu lagi membeli bibit untuk penanaman selanjutnya," terang Saleh.
Untuk kisaran satu hektare, bibit yang dibutuhkan sekitar 10.000 bibit dengan jarak tanam satu berbanding satu. Kebutuhan awal untuk biaya bibit sekitar Rp 37 juta dan perawatan awal Rp 19 juta. Setelah itu, petani sudah bisa panen setiap bulan selama rentan waktu tiga tahun.
Guna mensiasati persoalan modal untuk para petani, pihak DKP3 KLU telah berkoordinasi dengan beberapa perbankan. Agar nanti petani dapat bantuan berupa pinjaman modal dari bank. (sat)
0 Komentar