Bara Siaga mengheningkan cipta (gambar:Bara Siaga) |
Lombok Utara, suarabumigora.com - 5 Agustus 2018, tepat tiga tahun silam, pulau Seribu Masjid (nama lain pulau Lombok) diguncang gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,0 Skala Richter. Getaran kerak bumi tersebut memporak-porandakan pulau yang terkenal dengan cabai pedas itu. Ratusan nyawa melayang, puluhan ribu rumah menjadi tak berbentuk, hingga menimbulkan trauma luar biasa di benak warga.
Kini, setelah tiga tahun berlalu, gempa masih menyisakan luka, kendati tidak seperti malam pertama setelah gempa, trauma itu masih tersisa. Hal tersebut diungkapkan Heru Budimansyah (33) penyintas asal Dusun Telaga Wareng, Desa Pemenang Barat, Pemenang. Bagaimana tidak, akibat gempa tersebut, Heru sempat mengalami patah tulang pada pahanya akibat tertimpa.
"Malam itu sungguh mencekam, saya tertimpa motor sendiri karena ada aspal yang pecah saat saya terburu menjemput keponakan saya yang masih balita, saat itu ia masih berada di dalam rumah," ungkap Heru mengenang.
Adanya isu tsunami saat itu membuat semua warga Pemenang termasuk dirinya panik dan bergegas menuju pegunungan. Listrik mati, tak ada cahaya apa pun saat itu, suasana makin mencekam. Kemudian patah kaki yang dialaminya harus membuatnya terlentang di tempat tidur selama berbulan-bulan.
"Suara gerakan tanah itu begitu menyeramkan, lampu mati, kami semua panik, dan tenggelam dalam ketakutan, itu kenangan yang tak terlupakan," tuturnya.
Kini, Heru telah pulih dan kembali beraktivitas normal, perlahan ia bisa terbiasa dan mengabaikan kengerian 5 Agustus 2018 malam itu. Wajahnya pun biasa seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Ia berdoa agar bencana tersebut tidak terulang kembali.
Mengenang tragedi tersebut, sembari berdoa untuk korban gempa 2018 silam, Bara Siaga mengadakan kegiatan mengheningkan cipta bersama secara virtual pada Kamis (5/8/2021). Kegiatan mengheningkan cipta tersebut didukung pula oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Bupati Lombok Utara Djohan Sjamsu, mantan Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar dan berbagai unsur lainnya yang merasakan dan bersimpati atas terjadinya tragedi tersebut.
Pembina Bara Siaga Agus Hery Purnomo menjelaskan, kegiatan mengheningkan cipta tersebut dilakukan pihaknya guna mengenang tragedi suram tersebut. Namun, tidak lupa ia menjelaskan bahwa tragedi itu juga membawa hikmah yang besar bagi para penyintas dan daerah. Menurutnya, dari tragedi tersebut terlihat bahwa nilai kemanusiaan dan kebersamaan begitu tinggi dirasakan.
"Hikmah dari tragedi ini adalah persatuan dan kebersamaan kita, saudara-saudara kita dari berbagai penjuru datang mengulurkan tangan, hal yang begitu emosional, mengikat kita dalam rasa kemanusiaan, tanpa kita bersama tidak mungkin kita melewati semua ini," ujar Agus.
Menilik tragedi tiga tahun silam itu, ia berharap agar pemerintah dapat menjadikan ini sebagai momentum yang tepat guna meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana. Adanya kajian serius terhadap ancaman bencana, peningkatan SDM di bidang kebencanaan, penguatan infrastruktur berbasis mitigasi bencana, dan edukasi kepada masyarakat terkait mitigasi mutlak harus dilakukan.
"Kajian terhadap ancaman bencana, peningkatan infrastruktur seperti jalur evakuasi, edukasi tentang mitigasi, dan beberapa hal lainnya terkait kebencanaan itu perlu dilakukan pemerintah, itulah bentuk refleksi yang kita harapkan," tambah Agus.
Selain itu, ia memaparkan perlunya masyarakat secara kolektif untuk menyadari potensi dan ancaman bencana yang ada. Ia berpendapat, menginjak tiga tahun pasca gempa ini, masyarakat sudah mulai lengah terhadap ancaman bencana, seolah-olah ini tidak akan terjadi, padahal semuanya berpotensi.
"Penting kita menyadarkan masyarakat dan mengingatkan kembali, karena kita semua sudah mulai lengah, agak lupa terhadap ancaman dan potensi bencana, jangan sampai nanti kita tidak siap," tutupnya. (sat)
0 Komentar