Sofyan Hadi dan Ida Royani berpose di depan tumpukan botolnya |
Lombok Utara, suarabumigora.com - Dekil, kumuh, dan compang-camping, kira-kira begitulah persepsi umum kebanyakan orang tentang pemulung. Pergaulan mereka sehari-hari dengan tumpukan sampah, membuat pikiran sebagian besar orang lebih tajam mencium bau daripada hidungnya sendiri. Namun tahukah anda, penghasilan keluarga pemulung yang satu ini kira-kira bisa digunakan membeli lima liter parfum setiap harinya.
Ida Royani (36) dan Sofyan Hadi (38) adalah sepasang sejoli yang sehari-hari bekerja mengumpulkan sampah, khususnya botol plastik, botol kaca, dan sampah plastik lainnya. Hidup di pinggiran jalan raya Dusun Telok Dalem, Desa Medana, Tanjung, membuat tempat tinggal keluarga ini terlihat jelas dari sorot lalu lintas. Tumpukan botol plastik di depan rumahnya membuat semakin jelas identitas profesinya.
Bergumul dengan dunia sampah plastik dimulai keluarga ini sejak 2007 silam, dengan beberapa gulungan karung yang diikatnya, Sofyan dan istrinya bergrilya ke kampung-kampung memeriksa sisa plastik yang ada. Kemudian ia pun melebarkan sayap ke tong-tong sampah perhotelan, hingga sampah-sampah yang datang dari tiga gili (Trawangan, Meno, dan Air).
"Kami mulai sejak 2007 lalu, mulai masuk dari sampah-sampah rumah tangga di kampung-kampung, kemudian sampah hotel," ceritanya di depan tumpukan botol plastik di halaman rumahnya, Selasa (19/1/2021).
Tumpukan sampah botol plastik yang siap dikirim |
Tak butuh waktu lama, nama Sofyan dan Ida tenar sebagai pengumpul sampah plastik. Akhirnya orang-orang yang mengenalnya menjual sampah-sampah plastik kepadanya. Dengan modal seadanya, Sofyan dan istrinya mulai membeli sampah-sampah plastik yang dijual warga padanya. Kini mereka tidak perlu lagi bergerilya, justru orang-orang membawa sampah untuknya.
"Sekarang enak, tidak perlu keliling cari plastik lagi, warga yang antar ke kami," papar juragan sampah ini.
Ida Royani mengaku membeli botol plastik dari warga seharga Rp 300 per bijinya dalam kondisi kotor, setelah bersih ia menjualnya kepada pengepul yang lebih besar dengan harga Rp 600 per biji. Namun sebelum itu, Ida menuturkan, botol tersebut dibersihkan terlebih dahulu kemudian diikat, dan setelah itu dikirim ke pembeli. Dalam proses usahanya ia harus mengeluarkan biaya operasional pula untuk membeli sabun guna membersihkan botol serta membayar ongkos tukang cuci, dan tali.
"Kami beli kotornya harga Rp 300,lalu dijual Rp 600 per biji. Kami juga mengeluarkan biaya operasional untuk sabun, tali, dan ongkos cuci," papar Ida.
Puluhan ribu botol bisa terjual setiap hari, artinya dalam bisnis keluarga sofyan ini, jutaan rupiah mengalir setiap hari. Sebelum pandemi covid-19 melanda, mereka mengaku dapat mengantongi untung bersih minimal Rp 2.000.000 per hari, namun pasca pandemi, hunian hotel menjadi sepi otomatis sampah pun sepi, hingga rata-rata per hari mereka hanya sanggup meraup Rp 1.000.000.
"Dulu sebelum korona lancar sekali, paling sedikir Rp 2.000.000 untung kita, tapi sekarang rata-rata sampai sejuta saja," paparnya, terlihat malu-malu menyebut angka.
Langkah bisnis yang dilakukan keluarga Sofyan, sejatinya sangat menguntungkan dari segi finansial maupun lingkungan. Dari perspektif finansial, sudah jelas laba besar yang diraupnya. Sementara dari perspektif lingkungan, bisnisnya dapat mengurangi penumpukan sampah plastik yang berdampak sangat buruk bagi kestabilan lingkungan. (sat)
0 Komentar