Kepala Bapenda KLU Hermanto, saat ditemui di ruang kerjanya |
Lombok Utara, suarabumigora.com - Pemerintah Kabupaten Lombok Utara belum bisa maksimal mengejar wajib pajak sektor perhotelan. Padahal sektor itu menjadi tumpuan PAD Lombok Utara. Terlebih setelah terjadinya gempa bumi 2018 dan pandemi Covid-19 yang membuat penerimaan asli daerah merosot tajam sampai 51,2 persen. Diketahui penyumbang PAD terbesar Lombok Utara adalah sektor pajak hotel, restoran dan tempat hiburan sebesar 61,62 persen (Rp 83 miliar) dari pajak daerah. Namun demikian, pendapatan pajak dari perhotelan itu sesungguhnya bisa lebih besar.
Menurut Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) KLU Hermanto, masih banyak wajib pajak yang menunggak. Bahkan ada dua persen dari total hotel dan restoran di Lombok Utara yang tidak pernah membayar pajak.
"Retribusi kita menurun bahkan sampai 51,2 persen, ini situasi yang sulit bagi pemerintah daerah. Banyak para pelaku usaha yang menunggak pajak, bahkan ada sebagian yang belum pernah membayarkan pajak," ungkap Hermanto.
Kepala Bidang Pendapatan Bapenda KLU Arifin, memperkuat pernyataan Hermanto, mengenai dua persen dari total jumlah keseluruhan hotel dan restoran yang dinyatakan belum pernah membayar pajak. Ia menegaskan dua persen hotel tersebut belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD).
Dikatakan Arifin, total jumlah hotel dan restoran di Lombok Utara mencapai 752 properti. Sejumlah 430 hotel serta 229 restotan telah memenuhi kewajibannya membayar pajak, sementara sisanya masih menunggak.
"Untuk tahun 2019, sudah ada 430 hotel dan 229 restoran telah membayar pajak, sisanya masih ada yang menunggak. Tapi masih ada sekitar dua persen dari keseluruhan hotel dan restoran tersebut tidak memiliki NPWPD, artinya belum pernah membayar pajak sama sekali," jelas Arifin, Rabu (18/11/2020).
Ia menjelaskan, pelaku (pengusaha hotel dan restoran) yang rata-rata menghindari pajak ini merupakan hotel-hotel atau restoran kecil, atau yang dikelola pihak keluarga. Sehingga ketika petugas dari Bapenda mendatangi kadang terjadi aksi saling lempar peran dan tanggung jawab.
"Biasanya yang home stay, atau restoran kecil, saat kami berkunjung mereka saling lempar tanggung jawab, dengan menyebutkan orang-orang yang tidak ada di lokasi, seperti misalnya restoran ini milik bapaknya, dikelola kakaknya dan lain sebagainya," cerita Arifin.
Arifin menegaskan pihak Bapenda KLU telah melakukan upaya berupa sosialisasi dan pendataan terhadap pelaku usaha hotel dan restoran yang masih belum memiliki NPWPD. Namun menurutnya upaya tersebut membutuhkan kesadaran dari pihak pengusaha.
"Upaya-upaya yang kami lakukan berupa sosialisasi dan pendataan, namun masih ada saja yang belum mendaftarkan diri. Oleh sebab itu kesadaran pihak pengusaha hotel itu yang paling penting," paparnya.
Tak sampai di situ, Arifin melanjutkan, Ia pernah berhadapan dengan pemilik usaha hotel yang kemudian telah membayarkan pajak melalui konsultan, namun pada kenyataannya konsultan tersebut justru tidak membayarkan pajak hotel yang menjadi kliennya.
"Saya juga pernah bertemu dengan orang hotel, dia bilang sudah bayar pajak melalui konsultan, ternyata setelah dicek tidak ada pembayaran pajak yang dilakukan," tandasnya. (sat)
0 Komentar