Para Narasumber dalam acara Perbincang seri ke-3 |
Lombok Timur, suarabumigora.com - Seri Perbincang ke-3 Komunitas SembaluNina yang diadakan kemarin, 28 September 2020 di Hotel Lembah Rinjani, mengungkap sebuah realita yang sangat mengejutkan. Bertajuk “Pariwisata Sembalun, Apa Rencana Pemerintah untuk Kita dan Anak-anak Kita?”, Perbincang kali ini menghadirkan Kadispar NTB, Lalu Moh. Faozal, Kadispar Lotim, Mugni, Kabid Ekonomi Bappeda Lotim, Totok Prarijanto dan Laila Nurmala, seorang perwakilan perempuan Sembalun.
Tema Perbincang di atas dipilih karena melihat perubahan Sembalun yang menjadi kian semrawut dan kumuh, dan adanya indikasi pembiaran dari Pemerintah sehingga penyakit-penyakit pariwisata seperti: konflik lateral, krisi air, sampah, polusi, peralihan fungsi lahan, penjualan tanah dan lainnya semakin menjadi-jadi. Tidak hanya penduduk lokal, kondisi ini sudah mulai banyak dikeluhkan oleh wisatawan. Diskusi diawali dengan prolog yang berisikan kekhawatiran mendalam perempuan Sembalun dengan kondisi pembangunan di desanya, dan implikasi rencana Pemerintah terhadap masa depan anak-anak mereka.
Dalam sebuah ekperimentasi, kegagalanpun adalah sebuah hasil, hal ini tepat menggambarkan jalannya sesi Perbincang 3 kemarin. Pemerintah dinilai gagal menangkap maksud dan tujuan forum yang meminta mereka untuk menjelaskan jenis rencana yang dibuat untuk melihat sesuai tidaknya rencana tersebut dengan kebutuhan masyarakat, dan apakah rencana Pemerintah berisikan solusi bagi permasalahan sosial lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat Sembalun.
Ketika ditanya apa rencana Pemerintah untuk Sembalun? Kadispar NTB tidak berkenan membicarakannya di depan forum dengan alasan khawatir terjadi perubahan anggaran sehingga program yang dimaksud tidak terlaksana. Setiap pertanyaan yang dilontarkan pada narasumber, dinilai selalu mendapat jawaban yang mengarah kepada masalah proyek dan penganggaran. Jawaban yang diberikan juga dinilai memperlihatkan pola pembangunan trial and error, copy paste program yang dianggap sebagai best practise di tempat lain, untuk diterapkan disini tanpa mitigasi sehingga banyak proyek yang gagal dan bersifat buang-buang anggaran.
Pada sesi kedua diskusi, terungkap hal yang paling mengejutkan bahwa selama ini, pembangunan pariwisata Sembalun dinilai berjalan tanpa konsep, tanpa arah, tanpa regulasi. Baik Mugni maupun Totok mengakui hal tersebut di depan forum ketika menjawab keluhan tentang konflik yang sering terjadi antara masyarakat dengan hotel yang mengadakan karaoke di ruang terbuka hingga larut malam.
Peserta Perbincang seri ke-3 |
"Saya akui Pariwisata Lombok Timur masih trial and error, do it without rule. Tidak ada aturan itu, tidak ada regulasi-regulasinya, sekarang itulah yang kita buat," ujar Mugni.
Tidak hanya itu, Nurlaila juga mempertanyakan peran Pemerintah dalam penanganan distribusi air dan masalah sampah. Karena yang terjadi saat ini, masyarakat tetap membayar pajak sementara semua urusan sampah dan air harus diurus sendiri. Melihat jalannya diskusi kemarin, tidak berlebihan apabila masyarakat mengambil kesimpulan bahwa definisi pembangunan pariwisata bagi Pemerintah dinilai sebagai pembangunan fisik dan promosi semata.
Pihak Dinas Pariwisata mengatakan bahwa masalah sosial dan lingkungan yang terjadi di Sembalun bukan wewenang mereka, akan tetapi dinas-dinas terkait lainnya. Pemerintah memulai promosi agresif pariwisata Sembalun sejak program visit Lombok-Sumbawa tahun 2012 silam. Masyarakat menilai seharusnya koordinasi antar instansi dibangun sejak awal untuk untuk mempersiapkan destinasi jauh sebelum promosi gencar dilakukan. Jargon Pembangunan Pariwisata Alam Lestari dinilai hanya menjadi gimmick promosi. Pada kenyataannya, menurut masyarakat, alam sembalun yang merupakan modal utama pariwisata, sama sekali tidak mendapatkan perhatian.
Pola-pola pembangunan mainstream yang berfokus pada pembangunan fisik infrastruktur, betonisasi, dan bersifat proyekan terkesan selalu menjadi pilihan Pemerintah. Seharusnya pemerintah menjamin diterapkannya prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang menjadi mantra Rencana Strategis Pembangunan, akan tetapi justru dianggap menjadikan Sembalun panggung tumpang tindihnya program-program yang seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dinilai tidak sustainable.
SembaluNina sebagai inisiator acara, mendesak Pemerintah untuk kali ini benar-benar bekerja dengan melibatkan sebanyak mungkin elemen masyarakat, meningkatkan koordinasi antar lembaga Pemerintah yang berkepentingan terhadap Sembalun, menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan secara utuh, yang dituangkan dalam bentuk regulasi yang jelas dan penegakan peraturan yang tegas. Sebagai follow up dari forum ini.
SembaluNina selanjutnya akan membawa catatan-catatan yang didapatkan dari Perbincang 3 ke Bappeda dan DPRD Lombok Timur untuk mendesak kedua lembaga tersebut untuk bekerja sama mempercepat redirecting pembangunan pariwisata, dari pengelolaan sebagai business as usual kepada pengelolaan yang berkelanjutan. (sat)
0 Komentar