Bupati Lombok Utara, Najmul Akhyar di hadapan anggota DPRD KLU |
Lombok Utara, suarabumigora.com - Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar, menyampaikan penjelasan kepala daerah tentang Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2019 dalam sidang paripurna DPRD Kabupaten Lombok Utara masa sidang II Tahun Dinas 2020, Kamis (2/7/2020).
Ketua DPRD Lombok Utara Nasrudin, membuka sidang paripurna masa sidang II Tahun Dinas 2020, menyampaikan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah adalah kepala daerah. Dengan jabatannya kepala daerah mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah setiap tahun anggaran.
Sementara itu, Najmul Akhyar menyampaikan sesuai dengan Pasal 298 Permendagri Nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah kepada DPRD yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia.
Dikatakan Najmul Akhyar, pada 2 Juni 2020, BPK RI Perwakilan NTB telah menyerahkan laporan hasil pemeriksaan LKPD KLU TA 2019 Nomor: 137.A/LHP-LKPD/XIX.MTR/05/2020 tanggal 29 Mei 2020 dengan hasil Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan pemerintah daerah.
"Dengan diterimanya LHP ini, kami sampaikan syukur karena Pemekab Lombok Utara mendapatkan opini WTP 6 kali secara berturut-turut. Namun begitu, ihwal yang tidak kalah sulitnya adalah bagaimana mempertahankannya," ungkap Najmul.
Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mempertahankan predikat opini WTP itu, kata Najmul, di antaranya memaksimalkan penggunaan sistem informasi pengelolaan keuangan secara online, mulai dari OPD sampai dengan pemerintah pusat. Prosesnya mulai dari penganggaran, penatausahaan sampai dengan pelaporan. Untuk kas-kas yang tidak melalui rekening umum kas daerah seperti 9 BLUD dan 177 sekolah penerima dana BOS, pengelolaan keuangan dilakukan secara online dan terintegrasi. Fungsi BPKAD hanya sebagai konsolidator laporan keuangan pemerintah daerah.
Anggota DPRD KLU peserta paripurna |
Dijelaskan Najmul, laporan realisasi anggaran menunjukkan kegiatan keuangan pemerintah daerah selaras dengan ketaatan terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah yang disepakati oleh eksekutif dan legislatif. Adapun realisasi dana APBD tahun anggaran 2019 terdiri dari pendapatan asli daerah (PAD) dianggarkan Rp 185 Milyar 928 juta lebih, terealisasi Rp146 milyar 771 Juta lebih atau 78,94 persen. Pendapatan transfer dianggarkan Rp 891 Milyar 939 Juta lebih, terealisasi sebesar Rp 874 Milyar 430 Juta lebih atau 98,04 persen. Sementara lain-lain pendapataan daerah yang sah dianggarkan Rp 27 Milyar 234 Juta lebih, terealisasi sebesar Rp 27 Milyar 934 Juta lebih atau 102,57 persen. Secara keseluruhan pendapatan daerah sebesar Rp 1 Triliun 105 Milyar 101 Juta lebih dan terealisasi sebesar Rp 1 Triliun 49 Milyar 135 Juta lebih atau 94,94 persen. Belanja daerah dari anggaran Rp 1 Triliun 174 Milyar 417 Juta lebih dengan realisasi sebesar Rp 1 Triliun 87 Milyar 638 Juta lebih atau 92,61 persen.
"Dari realisasi pendapatan dan belanja itu terjadi defisit sebesar Rp 38 Milyar 502 Juta lebih. Defisit ini bisa tutupi oleh pembiayaan netto sebesar 74 Milyar 292 Juta rupiah lebih," tandas Najmul.
Ia juga menuturkan, selisih pembiayaan netto dengan defisit menjadi sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) tahun anggaran 2019 dengan jumlah Rp 35 Milyar 790 Juta lebih. Sedangkan pendapatan tahun 2019 naik sebesar 15,78 persen atau bertambah Rp 142 Milyar.
Menurut Sekjen APKASI ini, upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan daerah yaitu memperbaiki sistem pengelolaan keuangan daerah sehingga pertanggungjawabannya mendapat opini WTP. Implikasinya, tambahnya, KLU memperoleh tambahan dana insentif daerah (DID). Pada 2020 Pemda KLU memperoleh DID sebesar Rp 30 Milyar 784 Juta.
"Dana DID ini bentuk penghargaan atas pengelolaan keuangan pemerintah daerah ditetapkan melalui Permenkeu No.35/PMK.07/2020," jelas bupati.
Begitu pun belanja daerah mengalami kenaikan 21,75 persen atau bertambah sebesar Rp 194 Milyar dibandingkan dengan 2018. Meskipun penerimaan daerah bertambah 15,78 persen, namun tambahan belanja terealisasi sejumlah 21,75 persen. Memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, pemda menggunakan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya, salah satunya dengan mencairkan seluruh deposito untuk pembiayaan pembangunan sebagai wujud pelayaan kepada masyarakat.
Adapun laporan perubahan sisa anggaran lebih, masih kata kepala daerah, lebih menyajikan informasi kenaikan ataupun penurunan saldo anggaran lebih (Silpa) APBD tahun 2019 sebesar Rp 35 Milyar 790 Juta. Dijelaskan pula Silpa APBD yang ada di rekening kas umum daerah sejumlah Rp 24 Milyar 536 Juta, Silpa di BLUD RSUD sejumlah Rp 1 Milyar 908 Juta, dan Silpa di BLUD pada 8 (delapan) Puskesmas sebesar Rp 3 Milyar 770 Juta. Kemudian, Silpa yang bersumber dari BLUD RSUD, BLUD Puskesmas dan Silpa Dana BOS dianggarkan kembali untuk belanja entitas yang bersangkutan.
Dalam pada itu, Najmul menjelaskan Silpa pada rekening umum daerah (RKUD) sebesar Rp 24 Milyar 536 Juta bersumber dari dana transfer. Sementara DAK fisik Rp 13 Milyar 708 Juta, DAK nonfisik Rp 5 Milyar 417 Juta. DID Rp 3 Milyar 588 Juta, DBHCHT Rp 791 Juta, DBH pajak rokok Rp 921 Juta.
Berikutnya untuk saldo anggran lebih tahun 2019 mengalami penurunan 55,99 persen atau Rp 45 Milyar 525 Juta. Penurunan itu bisa terjadi berkat hasil koordinasi dan evaluasi intens dengan OPD agar tetap konsisten dengan program kegiatan yang direncanakan agar dilaksanakan dan dievaluasi. Dengan begitu, harapannya pelaksanaan pembangunan tetap berjalan, terjadinya perputaran uang di masyarakat untuk meningkatkan daya beli.
"Neraca menggambarkan posisi keuangan terkait aset, kewajiban, dan ekuitas per 31 Desember 2019. Pertanggal 31 Desember 2019 posisi aset kita sebesar Rp 1 Triliun 885 Milyar 525 Juta lebih, termasuk kewajiban jangka pendek pemda. Kewajiban pemda 2019 sebesar Rp 26 Milyar 17 Juta," beber Najmul.
Sementara itu, kewajiban pemerintah daerah yang diselesaikan 2020 meliputi utang beban operasional sebesar Rp 322 Juta. Utang beban operasional itu berupa beban listrik, air dan telpon/internet. Tagihan tersebut baru diterima setelah tahun anggaran berakhir.
"Pendapatan diterima di muka ada sejumlah Rp 2 Milyar 389 Juta dengan sumber penerimaan atas perizinan gangguan (ho) dengan 3 tahun masa berlaku dan dibayar," pungkas bupati. (sat)
0 Komentar