Mataram, suarabumigora.com - Majelis Sinergi Kalam (Masika) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) NTB kembali menggelar diskusi virtual tentang Pangan dan Ekonomi. Pada kegiatan diskusi tersebut Masika ICMI NTB mengangkat tema Stabilitas Ekonomi dan Ketahanan Pangan pada Masa New Normal, kegiatan tersebut dilaksanakan pada Selasa, (9/6/2020).
Diskusi tersebut dihadiri pulihan peserta yang berasal dari berbagai lapisan elemen masyarakat seperti Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda, Akademisi, Aparatur Sipil Negara, dan lainnya.
Pada diskusi kedua ini, Masika ICMI NTB menghadirkan tiga pembicara yang berasal dari Anggota DPR RI, pemerintah, dan praktisi yaitu Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS DPR RI Dapil NTB 1 (Pulau Sumbawa), H. Johan Rosihan, yang menyampaikan materi tentang Stabilitas Pangan di Masa New Normal, Kepala Dinas Pangan Provinsi NTB Fathul Gani, menyampaikan materi tentang Ketersediaan Pangan Selama Pandemik Berlangsung, dan Akdemisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitar Negeri Mataram (Unram), M. Firmansyah, menyampaikan materi tentang Recovery Ekonomi: Pemberdayaan Produk Lokal (IKM dan UKM), dan dimoderatori oleh Jasman Mardjoko.
Kegiatan tersebut dibuka langsung oleh Ketua Masika ICMI NTB, Rahman A Yusuf, yang dalam sambutannya menyampaikan sebelum melaksanakan diskusi virtual ini sebelumnya Masika ICMI NTB telah melaksanakan diskusi serupa dengan tema yang sama dengan menghadirkan pemateri dari pemerintah dan praktisi maupun pengamat.
“Isu ketahanan pangan ini menjadi isu yang krusial selama Pandemik Covid-19, di mana dari tanggal 10 April 2020 sampai Mei 2020 terdapat 60.000 artikel yang membahas tentang ketahanan pangan ini. Artinya selama Pandemik Covid-19 ini publik menaruh perhatian lebih terhadap ketahan pangan ini, bahkan organisasi pangan dunia menyatakan Pandemik Covid-19 ini adalah tantangan besar dan ancaman besar," ungkapnya.
Sementara itu, H. Johan menyampaikan tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam menjaga ketahanan yaitu ketersediaan pangan, distribusi atau pasokan pangan, dan kecukupan konsumsi pangan.
“Suatu daerah dikatakatan ketahanan pangan itu cukup ketika stoknya cukup, distribuainya merata, dan pangan itu bisa dijangkau oleh publik, baru daerah itu bisa dikatakatan memiliki ketahanan pangan. Karena itulah kita beda memberikan status pada setiap daerah," jelasnya.
Selain itu H. Johan sapaan akrab Anggota DPR RI Dapil NTB 1, juga menambahkan tentang realitas pangan selama Pandemik Covid-19 diantaranya per akhir April 2020 ada panen raya di 322 titik di kabupaten dengan perkiraan luas panen 7,4 Juta Hektar.
“Kemudian sari keterangan Menteri Pertanian juga Presiden terdapat 17 Provinsi, 88 kabupaten/kota dan 956 kecamatan dengan status daerah rentan rawan pangan kronis, kemudian yang terjadi juga defisit pangan dibanyak provinsi berupa beras di tujuh provinsi, jagung di 11 provinsi, dan bawang putih di 31 provinsi,” urainya.
Dikaatakan H. Johan, selama Pandemik Covid-19 ini terjadi lonjakan pangan yang tajam yaitu harga gula naik 36,8 persen, harga bawang putih mendekati 50.000 Rupiah per kilo gram, harga naik dua persen dari tahun lalu.
“Dalam perbincangan dan rapat kerja kami di Komisi IV DPR RI terdapat kebijakan pemerintah yang anomali selama Pandemik Covid-19 diantaranya terjadi pemotongan sekitar 30 persen anggaran sektor pangan pada APBN 2020, pada sektor pertanian dari 21,47 Triliun tersisa sekitar 14 T lebih atau dipotong 7 triliun untuk Anggaran Pangan,” jelasnya.
H. Johan berharap ditengah Pandemi Covid-19 ini pemerintah mampu memenuhi kebutuhan pangan sendiri karena situasi-situasi di Negara Produsen Pangan mereka menahan stoknya di Pasar Internasinal sebagai contoh hanya lima persen beras dunia yang diperdangkan di Pasar Internasional.
Kemudian pada kesempatan itu, Akademisi FEB Unram yang juga pakar ekonomi Firmansyah, menyampaikan tentang memanfaat new ini sebagai bagian dari momentum untuk memperkuat ketahanan ekonomi lokal dengan mengembalikan ekonomi Indonesia ke dalam ekonomi lokal.
“Ketika kita berbicara NTB, sebagai ekononi lokal kita punya potensi yang dapat dikembangkan seperti teluk saleh sebagai akuarium dunia, Tambora, Rinjani dan lainnya, karena kita punya kapasitas ke arah itu. Selain itu, perlu kita kembali pada kebiasaan-kebiasaan seperti dulu setiap rumah masing-masing memiliki ternaknya sendiri, bebek, punya ayam, bahkan mereka mereka menanam buah maupun sayur-sayuran sendiri sehingga terpenuhi kebutuhan dan gizinya," ungkap Firmansyah.
Firmansyah menambahkan dari situ saja sudah dapat menambah ketahanan ekonomi keluarga dan ekonomi daerah karena di tengah persoalan krisis ekonomi semacam ini hal tersebut sangat membantu.
“Krisis ekonomi semacam ini, sebenarnya dari jauh-jauh hari sudah diprediksi tetapi keadaan ini semakin diperparah dengan adanya Pandemi Covid-19 ini dan yang paling dikhawatirkan adalah ketika transaksi bisnis ini diperhambat dan orang memegang di daerah itu menjadi terbatas atau lebih parah lagi orang tidak memegang uang," sambung Firmansyah.
Untuk diketahui menurut Firmansyah otoritas moneter sekarang ini memperjuangkan bagaimana caranya transaksi dengan virtual atau dengan digital terus ditingkatkan tetapi yang menjadi permasalahannya adalah ketika orang tidak bekerja, tidak ada upah, tidak ada gaji, maka secanggih apapun kita bertransaksi tidak akan jalan karena kita tidak memiliki penghasilan.
”Di beberapa kesempatan saya malah membuat dialektika, bahwa di desa itu biarkan dengan karateristik uniknya dengan bertransaksi seperti sistem barter atau sistem pasar yang paling jadul dengan tidak memegang uang orang tetap bisa bertransaksi, sebagai contoh misalnya beras ditukar dengan daging atau lainnya tetapi hal tersebut dilakukan dengan sistem yang lebih canggih,” tambahnya.
Kemudian dalam pengembangan ekonomi ini ada tiga aspek yang menjadi fokus kita yaitu apsek produksi, penyiapan bahan baku produksi, dan distribusi dengan kita dapat membuat rekayasa pasar untuk membatu bangkit IKM maupun UKM.
Semetara itu, Kadis Pangan Provinsi NTB, Fathul Gani, menyampaikan bahwa sejauh ini kondisi pangan di Provisinsi NTB itu seperti beras adalah surplus dan kondisi pangan saat ini seperti bawang merah sudah kembali berangsur-angsur normal. Kemudian untuk strategi cadangan pangan nasiolan itu sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan itu disebutkan bahwa strategi cadangan pangan itu ada cadangan pangan pemerintah pusat, cadangan pangan pemerintah daerah, dan cadangan pangan masyarakat.
“Untuk cadangan pangan pemerintah daerah masih terbagi lagi yaitu cadangan pangan pemerintah provinsi, cadangan pangan kabupaten/kota, dan cadangan pangan desa, dan cadangan pangan pemerintah provinsi yang tersimpan di bulog itu saat ini kondisinya memang masih di bawah standar karena bulog juga kesulitan menerima beras yang kita titip, idealnya memang 600 Ton tetapi masih kisaran seratus Ton," jelas Fathul.
Kemudian melalui lumbung pangan masyarakat Dinas Ketahanan Provinsi NTB terus mendorong pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah desa untuk meningkatkan ketahanan pangan wilayahnya termasuk dengan mendukung setiap masyarakat untuk memanfaatkan sekecil apapun lahan yang dimiliki untuk bertani.
“Langkah pemanfaat lahan kecil untuk bertani harus terus kami dorong karena pada masa Pandemik Covid-19 ini sangat memungkinkan daya beli masyarakat itu berkurang karena di PHK, masyarakat tidak bisa mencari uang, dan semacamnya, sehingga hal itu sangat membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka,"tandasnya. (lws)
0 Komentar