Lombok Barat,
suarabumigora.com - Kata perang pasti yang terlintas adalah pertumpahan
darah yang bisa merenggut nyawa manusia, Tapi Perang Topat justru sebaliknya,
Perang Topat merupakan ritual masyarakat Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok
Barat. Perang ini membawa perdamaian. Perang Topat pada substansinya, ingin
menguatkan tali persaudaraan, menguatkan silaturahmi antara berbagai macam
unsur yang ada di masyarakat,
khsusnya masyarakat Hindu dengan masyarakat Islam.
Even religi dan budaya yang selalu diadakan tiap tahunnya, memadukan religi sisi agama, sisi religiusitas dan sisi budaya.
Even religi dan budaya yang selalu diadakan tiap tahunnya, memadukan religi sisi agama, sisi religiusitas dan sisi budaya.
“Budaya
Perang Topat ini terus dipertahankan, dan lebih disemarakkan pada tahun-tahun
yang akan datang, rencana sebelum pelaksanaan perang topat 2020 akan mengundang
para Bupati yang ada di provinsi Bali, dengan tujuan agar terjalin hubungan
baik antar dua provinsi tersebut, dan
tahu asal muasal dari kegiatan perang topat yang membawa pesan-pesan perdamaian,
serta kebinekaan itu tetap terjaga hingga seluruh wilayah Indonesia,” kata
Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid, saat memberikan sambutan pada gelaran ritual Perang
Topat, Rabu (11/12/19).
Dikatakan bupati,
bahwa kegiatan perang topat ini menjadi event yang mampu mendongkrak pariwisata
dan kemajuan usaha ekonomi masyarakat terlebih Lombok barat. Sehingga mampu
bersaing dengan daerah-daerah lain di NTB.
Ia mengajak kepada masyarakat Lombok barat untuk tetap menjaga kebinekaan, toleransi antar umat beragama, menjaga perdamaian dari pesan-pesan perang topat yang selalu diadakan tiap tahunnya.
Ia mengajak kepada masyarakat Lombok barat untuk tetap menjaga kebinekaan, toleransi antar umat beragama, menjaga perdamaian dari pesan-pesan perang topat yang selalu diadakan tiap tahunnya.
Ritual
budaya Perang Topat adalah, suatu upacara ritual yang merupakan pencerminan
rasa syukur kepada Sang Pencipta, yang telah memberikan kemakmuran dalam bentuk
kesuburan tanah, cucuran air hujan dan hasil pertanian melimpah. Upacara ini
dilaksanakan di Taman Lingsar oleh umat Hindu bersama-sama dengan suku
sasak,yaitu dengan cara saling melempar topat (ketupat) antara peserta yang
satu dengan yang lainnya.
Masyarakat
setempat meyakini bahwa, upacara atau perang topat ini akan memberikan berkah
dengan turunnya hujan. Sementara masyarakat yang lain menyebutkan bahwa upacara
ini dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur atas hujan yang dikaruniakan oleh
Tuhan bagi kemakmuran hidup mereka.
“Secara
fisik di taman Lingsar ini ada dua bangunan yang melambangkan persatuan yaitu
Kemaliq dan Pure”tutup Fauzan.
Biasanya
upacara yang cukup sakral ini dilaksanakan setiap tahun pada bulan Purname
Sasih ke Pituq menurut kalender Sasak, atau sekitar bulan Desember. Ditaman Lingsar inilah terdapat pura yang merupakan tempat pemujaan yang
berdampingan antara pemeluk agama Hindu dan Muslim suku Sasak yang disebut
Kemaliq. Kronologis upacara ini, diawali dengan upacara persembahyangan
ditempat pemujaan masing-masing. Kemudian mereka memasuki lapangan di luar
tempat pemujaan, dan dilanjutkan dengan saling melempar menggunakan ketupat
antara para peserta upacara. (lws)
0 Komentar