M. Zaeni |
Lombok Barat, suarabumigora.com - Selama ini kita melihat berbagai bentuk Rumah Tahan Gempa (RTG) yang dibangun masyarakat dengan dana APBN, melalui swakelola, pembangunan mandiri bahkan dengan menggunakan jasa pihak ketiga atau aplikator. Seperti Risha, Risba, Rika, Riko dan lainnya. Tercatat berkisar 18 jenis RTG yang telah disetujui pemerintah untuk pembangunan rumah warga.
Dana 50 juta rupiah memang terbilang relatif kecil untuk membangun sebuah rumah, tak heran beberapa jenis RTG yang dibangun terkesan memperlihatkan "apa adanya". Dengan bahan-bahan yang juga dinilai masih belum layak untuk keberlangsungan tempat tinggal jangka panjang. Tidak cukup sampai di situ, dana yang minim tersebut pun disinyalir dipangkas oknum tertentu. Diketahui 11 laporan terkait RTG kini sedang dalam penyidikan Aparat Penegak Hukum. Tetapi ada pula yang membuat RTG dengan memaksimalkan bahan bangunan dan material tahan gempa.
Inaq Cembun di depan pintu rumahnya |
Unik dari apa yang dibangun oleh Muhammad Zaeni, tukang bangunan lokal asal Gunungsari, Lombok Barat ini, dapat memaksimalkan dana sejumlah 50 juta rupiah tersebut, dengan membuat RTG warga di sekelilingnya, bangunan yang kokoh. Tampak dinding rapi sepenuhnya menggunakan bata, dipancang dengan sembilan tiang kolom kokoh, berisi barisan besi 12 milimeter dirangkai gelang besi delapan milimeter. Tidak hanya tiang, konstruksi atas dan fondasi juga dirancang dengan komposisi sama. Kisaran fondasi tiap rumah setinggi 60 sentimeter hingga 120 sentimeter yang berisi susunan batu pasang kokoh.
Dengan dana seminimal itu, Zaeni memasangkan kusen enam lubang untuk jendela beserta daunnya, kemudian tiga pintu beserta daunnya pula. Bahan kuda-kuda dan rangka atap komplet menggunakan kayu secara keseluruhan, sedangkan atap menggunakan spandeks. Ukuran rumah yang dibangun Zaeni dan tukangnya pun sama dengan RTG yang ditetapkan 6x6 meter persegi. Kendati demikian, kadang-kadang pemilik rumah memintanya untuk membangun yang lebih luas, tentunya dengan tambahan dana, berkisar antara 1-2 juta rupiah.
Tampak belakang rumah Inaq Cembun |
Zaeni mengungkapkan, hampir tak ada untung secara materi dalam membantu membangun RTG warga Gunungsari, khususnya yang ada di Dusun Lendang Bajur. Namun dirinya menyatakan itulah sebenarnya prinsip gotong-royong. Bagi kalangan pertukangan, dirinya dianggap senior tukang bangunan yang banyak malang melintang pengalaman oleh para tukang di lingkungannya.
"Kita sama-sama korban, tidak elok ketika kita mengambil untung banyak di atas penderitaan masyarakat. Korban gempa bukan objek bisnis," tegas lelaki paruh baya yang tak sempat menamatkan sekolah menengahnya.
Melalui kemampuan dan kepekaan nuraninya, telah mencapai 20 unit RTG dibangun melalui cekatan tekunnya. RTG kriteria rusak berat dari keseluruhan yang dibangunnya, hampir semua telah dalam tahap penyelesaian. Zaeni kembali menekankan bagaimana agar korban gempa mendapatkan tempat tinggal yang layak dan mampu bertahan lama, sesuai anjuran pemerintah.
"Sudah 20 unit RTG yang hampir selesai, semua saya bangun bersama tukangnya. Saya mau membangunkan masyarakat dengan bangunan yang begitu kokoh, agar selanjutnya masyarakat tidak pusing lagi dengan tempat tinggal. Misalkan saja sekarang dindingnya menggunakan kalsiboard, sampai berapa tahun sih kalsiboard bisa bertahan? Bisa saja masyarakat pada masa mendatang akan disibukkan dengan bongkar ulang dinding rumahnya," tutur Zaeni.
Infografis detail bangunan RTG M. Zaeni |
Dirinya menceritakan, rumah tempat tinggalnya yang dibangun sendiri bahkan tidak retak oleh gempa berskala 7,0 SR tahun lalu. Oleh karenanya ia membangunkan RTG bagi masyarakat dengan komposisi yang sama dengan rumahnya. Tentunya memiliki kekuatan yang sama, takaran tahan gempa.
"Ini contohnya rumah saya, meskipun diguncang gempa 7,0 SR, alhamdulillah tidak retak. Oleh sebab itu, saya membangun RTG untuk warga dengan bahan, komposisi dan kekuatan yang sama dengan rumah ini," jelas Zaeni, sambil menunjuk bangunan rumahnya.
Tim liputan suarabumigora.com pun ikut berkeliling di kawasan Dusun Lendang Bajur, meninjau RTG yang dibangun oleh Zaeni. Terlihat bangunan yang memang berdiri relatif kokoh. Saat di lapangan, menemui Inaq (Ibu) Cembun. Salah seorang korban gempa ini, merasa puas dan bersyukur. Tidak disangka dengan bantuan pemerintah sebesar 50 juta rupiah yang diberikan pemerintah, mampu dibangun oleh Tukang Bangunan Zaeni yang memaksimalkan RTG hingga menjadi rumah yang kokoh, lega dan layak huni.
"Alhamdulillah, bersyukur saya ada pak Zaeni di sini. Membangunkan kami rumah yang saya rasa ini lebih dari yang lain. Awalnya saya pusing berpikir rumah bagaimana yang akan dibangun, namun melalui jasa pak Zaeni saya menjadi lega," ungkap ibu 47 tahun yang memiliki dua orang anak itu.
Pembuktian semangat gotong-royong yang diterapkan Zaeni dalam membantu para korban gempa perihal memelopori pembangunan RTG ini, sudah selayaknya dicontoh dan patut diapresiasi. Bahkan terkadang Zaeni kerap menggunakan uang pribadinya terlebih dahulu untuk menyelesaikan pembangunan rumah warga.
"Sering kali saya menggunakan uang pribadi dulu, saya tidak menganggap itu sebuah hutang, bahkan saya tidak menganggap diri tukang, sebut saja saya relawan. Membantu korban gempa pada warga sekitar," pungkasnya. (sat)
0 Komentar